NERACA PANGAN STRATEGIS WILAYAH
Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengamanatkan kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Hubungan ketersediaan dan kebutuhan pangan akan mempengaruhi kondisi neraca pangan, apakah surplus atau defisit. Neraca pangan surplus apabila ketersediaan lebih besar dari pada kebutuhan pangan, sebaliknya neraca pangan defisit apabila ketersediaan lebih kecil daripada kebutuhan pangan.
Neraca pangan digunakan untuk mengetahui jumlah ketersediaan pangan wilayah, jumlah kebutuhan pangan yang harus dipenuhi, serta dari mana sumbernya, sehingga dapat ditentukan kebijakan pangan yang paling tepat untuk setiap wilayah.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) mengimbau agar tahun depan pemerintah daerah wajib memiliki neraca pangan. Hal itu merupakan tindak lanjut dari penerapan Perpres 125/2022 tentang penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Pada Tahun 2023 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi dan kabupaten/kota wajib menyusun neraca pangan wilayah untuk 11 komoditas pangan strategis yaitu beras, jagung, kedelai, daging ruminansia, daging unggas, telur, cabai, bawang, gula, minyak goreng, dan ikan.
Sementara saat sekarang dalam rangka pemantauan dan pengendalian stok dan harga komoditi pangan strategis wilayah, Badan Pangan Nasional juga telah melakukan pengembangan sistem pemantauan stok komoditi pangan strategis melalui perhitungan neraca pangan wilayah yang berbasis aplikasi, hal ini demi menjamin kecepatan dan ketersediaan informasi data terkait stok 12 komoditi pangan strategis sesuai kondisi yang ada di masing-masing wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota yang di input setiap hari senin setiap minggu oleh petugas neraca pangan.
Sumber data neraca pangan strategis diperoleh dari melalui pendataan langsung di lapangan / sumber data, misalnya pengumpulan data stok di pedagang besar, importir, pedagang grosir, pedagang eceran, dsb sebagai data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang berwenang, seperti data produksi dari Dinas Pertanian atau data konsumsi dari BPS. Jika tidak diperoleh data primer dan sekunder maka dilakukan pendekatan perhitungan dengan angka konversi.